Alinaone.org – Di kota yang penuh dengan suara klakson dan aroma gorengan kaki lima, seorang pria bernama Kevin terjebak dalam rutinitas monoton sebagai pegawai rendahan di sebuah perusahaan teknologi yang mengembangkan chip otak revolusioner.
Ketika Kevin secara tidak sengaja menjadi kelinci percobaan untuk teknologi ini, hidupnya berubah menjadi serangkaian peristiwa absurd. Dari berbicara dengan anjing tetangga hingga menyelamatkan dunia dari konspirasi korporat, Kevin menyadari bahwa dunia di dalam kepalanya jauh lebih kacau daripada yang pernah ia bayangkan.
Neurochaos: Simfoni Pikiran Terakhir (Aliana Novel)

Bab 1: Gawai Hebat, Masalah Dekat
Kevin adalah pria biasa dengan mimpi yang luar biasa klise—punya rumah sendiri, mobil keren, dan nasi goreng ayam tanpa bayar lebih untuk tambahan kerupuk. Namun, kenyataan berkata lain. Ia terjebak di meja kerjanya yang kecil, mengetik laporan teknis untuk perusahaan Neurochip, sambil menyeduh kopi sachet rasa “mimpi yang patah.”
Baca Juga : Ketika Rindu Berbicara dalam Diam (Aliana Novel)
Suatu pagi yang kelam (karena Kevin lupa membayar listrik), bosnya, Pak Guntur, memberi tugas aneh: menguji chip otak prototipe yang katanya bisa meningkatkan produktivitas. “Ini cuma uji coba. Kalau sukses, kamu bisa dapat promosi,” katanya sambil tersenyum seperti penjual asuransi. Tanpa banyak berpikir (karena memang itu kebiasaan Kevin), ia menyetujui tawaran tersebut.
Bab 2: Chip Ini Lebih dari Sekadar Ngemil
Setelah chip ditanam di otaknya, hidup Kevin berubah drastis. Di hari pertama, ia bisa menyelesaikan tugas kantor sebulan dalam hitungan jam. “Ini luar biasa!” pikir Kevin. Tapi, keesokan harinya, efek samping mulai muncul. Chip itu seperti punya kepribadian sendiri dan mulai memunculkan suara-suara aneh di kepala Kevin.
“Hei, Kevin! Mau ngopi? Eh, tunggu… kamu nggak punya duit, ya?” suara dalam otaknya mengejek.
Yang lebih aneh lagi, Kevin tiba-tiba bisa berbicara dengan anjing tetangga, seekor chihuahua bernama Joko. Joko mengungkapkan bahwa ia menyimpan rahasia besar tentang perusahaan Neurochip. “Bos kamu nggak jujur, Kev. Chip ini bukan cuma buat kerja cepat. Ada agenda gelap di baliknya,” kata Joko sambil menggonggong dramatis.
Bab 3: Hati-Hati, Pikiranmu Sedang Ditonton
Kevin mulai menyadari bahwa chip tersebut tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga memungkinkan perusahaan mengawasi dan memanipulasi pikiran penggunanya. Ia melihat iklan yang aneh di media sosialnya, semua tentang hal-hal yang ia pikirkan tetapi belum pernah ia katakan.
Parahnya lagi, Pak Guntur mulai menyuruh Kevin melakukan tugas-tugas aneh, seperti menyelidiki rahasia karyawan lain. Kevin merasa seperti agen mata-mata, tetapi dalam versi diskonan. Bersama Joko, Kevin merencanakan untuk menyusup ke laboratorium rahasia perusahaan dan menghentikan rencana jahat mereka.
Bab 4: Aksi Komedi di Tengah Kekacauan
Malam itu, dengan bantuan Joko yang menyamar sebagai “anjing pendamping layanan mental” (lengkap dengan rompi kecil bertuliskan Emotional Support Dog), Kevin berhasil masuk ke gedung perusahaan. Tapi misi ini jauh dari mulus. Alarm berbunyi, dan Kevin terjebak di lift bersama seorang cleaning service yang terlalu penasaran.
“Apa ini, Mas? Kok kepala Mas kayak kebakar pikiran?” tanya si cleaning service sambil mengunyah permen karet.
“Ini teknologi, Bang. Fokus aja ngepel,” jawab Kevin sambil menekan tombol lift berulang kali.
Setelah serangkaian kekonyolan, termasuk meluncur di troli dokumen dan bersembunyi di balik panci besar di kantin, Kevin akhirnya mencapai ruangan server utama. Di sana, ia menemukan bukti bahwa perusahaan Neurochip berniat menjual data pikiran para pengguna ke pemerintah.
Baca Juga : Horizon Delta: Peradaban yang Hilang (Aliana Novel)
Dengan menggunakan chip di otaknya, Kevin mengunggah virus ke sistem perusahaan, mengacaukan semua server, dan memutar ulang video Pak Guntur menyanyi karaoke lagu “Cinta Ini Membunuhku” di layar utama gedung.
Bab 5: Kacau, Tapi Selamat
Setelah kekacauan besar, perusahaan Neurochip dihentikan operasinya oleh pemerintah, dan Kevin dipecat (meski diam-diam ia lega). Anjing tetangga, Joko, menjadi selebritas media sosial berkat ceritanya yang viral tentang perjuangan mereka.
Kevin? Ia kembali ke rutinitasnya—tetapi kali ini dengan perspektif baru. “Kadang, hidup itu seperti chip otak. Terlalu banyak data bisa bikin kita gila,” pikirnya sambil menyesap kopi sachet.
Meski dunia tetap kacau, Kevin menemukan kedamaian kecil dalam kekacauan itu, sambil berharap suatu hari ia bisa beli nasi goreng tanpa utang.
Epilog
Kevin duduk di warung kopi langganannya yang berlokasi strategis di samping tukang tambal ban. Dengan tatapan kosong yang khas pegawai habis lembur, ia memikirkan semua yang telah terjadi dalam beberapa minggu terakhir.
Chip di otaknya sudah tidak aktif lagi. Teknologi itu kini menjadi barang bukti di ruang penyimpanan kantor polisi, ditemani oleh dokumen-dokumen tebal yang penuh istilah teknis. Namun, dampak dari semua itu masih terasa—Kevin menjadi pria yang dikenal di lingkungannya bukan karena prestasi, tetapi karena ia pernah menyelamatkan dunia… bersama seekor anjing kecil.
“Eh, Bang Kevin, gimana tuh cerita lu waktu ngehancurin kantor Neurochip? Seru kali ya?!” tanya Ucok, barista warung kopi itu, sambil mengaduk kopi hitam dengan irama seperti DJ.
“Seru sih… kalau nggak dihitung bagian gue hampir ketangkep, kepleset lantai basah, dan dikejar satpam sambil teriak-teriak, ‘Mas, nggak boleh bawa anjing ke sini!’” jawab Kevin sambil tertawa kecil.
Ucok ikut tertawa, tapi dengan ekspresi bingung. “Tapi serius, Bang. Kalau nggak ada lu sama Joko, dunia bisa gimana ya?”
Kevin hanya mengangkat bahu. “Ya, mungkin lebih tenang. Atau lebih gila. Nggak tahu juga, Cok. Tapi yang gue tahu, hidup gue jadi lebih berwarna. Dan itu semua berkat chip sialan itu.”
Tiba-tiba, suara gonggongan kecil terdengar. Joko muncul dari balik meja, dengan ekspresi bangga yang khas. Chihuahua itu kini memakai kacamata hitam mini, lengkap dengan rompi kecil bertuliskan, “Pahlawan Anjing Indonesia.”
“Kev, kita ada masalah baru. Tetangga sebelah kayaknya mau eksperimen bikin drone pengintai dari rice cooker. Gue denger bisikan curiga tadi,” kata Joko, enteng tapi serius.
Kevin menggeleng pasrah. “Lo serius, Jo? Gue baru aja mau liburan. Bisa nggak kali ini lo aja yang beraksi?”
Joko menggonggong sambil melompat ke meja. “Gue cuma anjing, Kev. Lo manusianya. Lagi pula, lo punya skill sembunyi di balik panci besar. Gue nggak punya itu.”
Baca Juga : Di Bawah Panji Langit Timur (Aliana Novel)
Kevin terbahak. Meski sudah lelah dengan kekacauan, ia tahu ia tidak akan pernah benar-benar lari dari masalah. Hidup ini memang seperti serial komedi tanpa akhir, dan ia hanya pemerannya yang selalu sial.
Penutup
Di akhir hari, Kevin sadar bahwa meskipun teknologi bisa canggih, dunia tetap membutuhkan kekonyolan manusia untuk menjaga keseimbangannya. Kadang, penyelamat dunia bukanlah superhero dengan jubah, tapi pegawai rendahan dengan chip otak cacat dan seekor chihuahua bermulut pedas.
Hidup Kevin? Masih jauh dari sempurna. Tapi setidaknya ia punya cerita absurd yang bisa ia bagikan di warung kopi, dan seekor anjing pintar yang terus membawanya ke dalam masalah baru.
Dan begitulah, Kevin dan Joko kembali melangkah, menuju kekacauan berikutnya. Selamat tinggal rutinitas, selamat datang neurochaos.