Alinaone.org – Bayangin ini suatu pagi yang sendu, gerimis menggantung di ujung dedaunan, dan kopi di tanganmu baru saja menyeruakkan wangi pekat yang menggelitik kenangan. Lalu seseorang bertanya, “Kalau hatimu bisa jadi playlist, isinya apa?”
Pertanyaan sederhana. Tapi juga bisa bikin dada bergetar kayak nada rendah di lagu sedih yang diputar diam-diam, tengah malam, sendirian.
Kalau Hatimu Bisa Jadi Playlist Isinya Apa?

Playlist hati itu semacam museum rahasia. Nggak ada label, nggak ada urutan pasti. Kadang kacau, kadang jernih. Kadang penuh semangat kayak lagu yang lo denger waktu pertama kali jatuh cinta, kadang nyaris tanpa suara, kayak hening yang tertinggal setelah perpisahan.
Baca Juga : Dari Hujan sampai Mantan Spotify Punya Playlistnya
Aku membayangkan hati itu seperti piringan hitam yang berdebu. Di tiap goresannya, tersimpan lagu-lagu usang yang masih setia berputar, meski sudah ratusan kali diputar. Ada satu lagu yang selalu terdengar lebih pelan, seperti bisikan masa lalu yang menolak benar-benar pergi. Ada juga lagu yang nadanya terlalu nyaring, bikin telinga panas, karena isinya kemarahan yang belum selesai.
Lagu pertama mungkin dimulai dari ketakjuban. Waktu lo masih kecil, dan dunia terasa seperti taman bermain raksasa. Segalanya serba mungkin. Suara tawa masih jadi musik favorit. Hati masih polos, belum ada nada sumbang. Semua irama mengalir bebas, seperti aliran sungai yang belum kenal batu.
Tapi hidup, seperti DJ nyentrik, suka nge-rem mendadak. Tiba-tiba nada berubah. Beat-nya makin cepat. Lagu jadi terlalu ramai. Lo bingung harus joget atau diem. Lalu datang masa-masa aneh, kayak pubertas dan patah hati pertama. Lagu-lagu cinta mulai masuk, tapi bukan yang manis. Justru yang lirih. Yang kalau didengerin, malah pengen nutup mata dan pura-pura dunia baik-baik aja.
Di playlist hati, selalu ada satu lagu yang nggak mau dihapus. Lagu yang bikin dada sesak. Lagu yang lo dengerin waktu kehilangan seseorang—bisa siapa aja. Sahabat. Kekasih. Ayah. Ibu. Bahkan diri sendiri. Kadang itu cuma instrumental pelan dengan suara hujan sebagai latar. Tapi efeknya bisa kayak badai. Lo tiba-tiba ngerasa kecil. Kosong. Dan ya, sendirian.
Tapi jangan salah. Playlist hati nggak cuma berisi kepedihan. Di sela-sela nada muram, ada juga dentingan bahagia. Lagu yang main waktu lo nyampe tujuan setelah perjalanan panjang. Lagu yang terputar pas lo ngerasa dicintai. Lagu yang sederhana, tapi membekas. Kayak tawa spontan, atau pelukan tanpa kata-kata.
Dan, ah, ada satu jenis lagu yang anehnya paling sering diputar ulang: lagu harapan. Meski nadanya pelan, dan sering kebanting sama realita, lagu ini keras kepala. Tetap nyala. Tetap ada. Kadang jadi bisikan kecil di sela keramaian. Kadang jadi anthem yang lo nyanyiin diam-diam di kepala, waktu hidup terasa seperti medan perang.
Lagu-lagu itu nggak selalu bagus secara teknis. Nggak selalu punya lirik yang sempurna. Tapi mereka jujur. Dan jujur itu, kadang, lebih penting dari indah.
Baca Juga : Kenapa Lagu Lama Lebih Ngena? Spotify Punya Jawabannya
Bayangin hati lo sebagai playlist Spotify yang nggak bisa di-shuffle. Tiap lagu harus lo dengerin dari awal sampe habis. Nggak bisa skip. Dan meskipun kadang lo pengen banget pencet tombol next, sistemnya emang dirancang biar lo belajar. Biar lo ngerasain tiap getarannya. Biar lo nggak asal lewat aja.
Ada juga lagu yang jadi semacam mantra. Lagu-lagu ini yang lo nyanyiin dalam hati tiap kali ragu datang. Kadang cuma satu bait, tapi ngasih semacam kekuatan aneh. Bikin lo bangkit, walau lutut udah gemetaran.
Di bagian terdalam playlist itu, mungkin ada lagu rahasia. Lagu yang nggak pernah lo bagi ke siapa pun. Lagu yang cuma lo yang ngerti maknanya. Mungkin karena itu tentang seseorang yang masih lo rindukan, tapi nggak bisa lo sebut namanya lagi. Atau tentang mimpi yang lo kubur dalam-dalam, tapi masih berdenyut samar di malam hari.
Anehnya, meskipun playlist ini nggak bisa lo pilih, lo tetap punya kendali buat menambah lagu baru. Lagu yang lo tulis sendiri. Dari pengalaman, dari luka yang udah mulai sembuh, dari tawa yang lo temukan lagi setelah sekian lama.
Dan di akhir hari, meski nggak semua lagunya enak didengar, playlist itu adalah siapa diri lo sebenarnya. Gabungan dari semua momen yang lo lalui. Nada-nada yang mengiringi perjalanan lo—yang nggak selalu mulus, tapi selalu bermakna.
Jadi, kalau suatu hari ada yang minta lo bagiin playlist hati lo, jangan buru-buru malu. Jangan langsung nyari lagu yang terdengar keren atau lagi viral. Tunjukin yang jujur. Yang getir. Yang manis. Yang absurd. Yang cuma lo yang ngerti.
Karena di dunia yang serba pamer dan penuh editan ini, kejujuran adalah genre yang paling langka. Dan playlist yang paling menyentuh adalah yang nggak dipoles.
Biarkan orang lain dengerin lagu hatimu. Siapa tahu, nadanya nyambung sama lagu mereka juga. Siapa tahu, kalian bisa saling isi kekosongan di bait yang hilang. Siapa tahu, kalian bisa bikin lagu baru… bareng-bareng.